Selasa, 21 Agustus 2012

"ONANG-ONANG DALAM UPACARA ADAT 2"

#SELAMAT MALAM TAPANULI#
(Mangaligi fungsi oang-onang dalam upacara adat perkawinan)
______________________________________________________

Para kawan...! Berikut sambungannya :

b. Pelaksanaan Adat Nagodang
 Dalam pelaksanaan upacara adat nagodang ini, ada beberapa tahapan yang
harus dilaksanakan yaitu :
1. Martahi (musyawarah secara adat) sebanyak tiga kali
2. Upacara Mangkobar (pinangan guna dijadikan istri)
3. Upacara Pabuat Boru (mengambil pengantin perempuan)
4. Upacara Panaekkon Gondang (menaikkan seperangkatan gendang) yaitu
permintaan untuk memulai upacara adat perkawinan.

5. Upacara Manipolkon kosa, Manipolkan artinya ?memotong? atau ?mematahkan?
hosa artinya ?nyawa?. Manipolkan hosa artinya penyembelihan kerbau serta
diiringi dengan gendang.

6. Upacara Penyambutan Indahan Tukkus Pasaerobu artinya : makanan yang
dibungkus dan dibuat oleh pihak perempuan atau mora yang ?baru? untuk
diserahkan kepada pihak pengantin laki-laki. Ini juga diiringi dengan gondang
dan tortor suhut sihabolonan.

7. Upacara Maralok-alok yaitu berbincang-bincang/musyawarah tentang pembagian
tugas dan tehnik pelaksanaan upacara adat nagodang pada hari puncak upacara
perkawinan.

8. Gondang dan Tortor Adat. Setiap penampilan gondang disertai dengan tortornya
kecuali gondang mula-mula (pembukaan) dan gondang susur (penutup). Dalam
penampilan gondang dan tortor ini pun mempunyai aturan tertentu serta urutan
yang tertentu.

9. Upacara Mata ni Karejo artinya ?puncak upacara? dalam pelaksanaan upacara
adat perkawinan. Beberapa tahapan yang dilaksanakan ialah sebagai berikut :
a. Gondang dan Tortor karajaon (sebelum acara agama)
b. Upacara penyambutan Mora (sesudah acara keagamaan)
c. Upacara Patuaekkon tu Tapian Raya Bangunan yaitu membawa kedua
pengantin ke sungai/pancuran untuk membersihkan diri dalam rangka
perpindahan status muda-mudi kepada orang tua.
d. Upacara pemberian upa-upa yaitu memberi makanan kepada pengantin
e. Menabalkan Goar yaitu pemberian nama baru kepada kedua pengantin dan
keluarga terdekat.
f. Gondang dan Tortor Adat secara berurutan dan bersama kedua pengantin.
Demikianlah secara garis besar gambaran umum pelaksanaan upacara adat
perkawinan Batak Angkola yang berlaku selama ini hingga hari ini.
 2.1 Gondang
Seperangkat gondang Angkola yang lengkap terdiri dari :
a. gondang inang atau disebut juga gondang siayakon
b. gondang pangayak
c. ogung jantan
d. ogung betina
e. tali sayat
f. doal
g. suling
h. onang-onang
dari semua gondang ni hanya dibahas dalam bagian ini tentang onang-onang.

ONANG-ONANG

 Onang-onang tidak dapat diartikan secara harafiah, namun beberapa sumber
mengatakan bahwa asal kata onang adalah inang yang artinya ?ibu?. Menurut
informasi yang diperoleh dari Pangeran Ritonga, kisah terjadinya onang-onang
adalah sebagai berikut:

 Pada suatu ketika ada seorang yang sedang merantau dan sedang
mendapatkan suatu kesusahan. Ia ingin pulang tetapi biaya tidak ada, sedangkan
kerinduan hatinya tidak tertahan lagi. Pada saat kerinduan itu muncul, yang
diingatnya adalah orang yang dikasihinya, yaitu ibu dan kekasihnya. Untuk
melepaskan kerinduannya itu ia cetuskan lewat suatu nyanyian dengan kata
?onang?onang?. Dengan demikian mulanya onang-onang adalah ?suatu pencetusan
perasaan kerinduan hati terhadap yang dikasihinya, yaitu ibu dan kekasihnya?.

Menurut analisa maka lama kelamaan onang-onang ini berkembang
pengertiannya, ia tidak hanya merupakan pencetusan kerinduan hati kepada ibu dan
kekasinya, akan tetapi ia dipergunakan juga dalam suasana gembira. Misalnya:
upacara perkawinan, memasuki rumah baru, dan anak lahir. Kalau dahulu onang-
onang dinyanyikan oleh seseorang untuk dirinya sendiri, saat sekarang ada juga
(bahkan pada umumnya) onang-onang dinyanyikan untuk orang banyak (dalam
suasana gembira). Sehingga pada saat sekarang ini ada dua pembagian nyanyian
onang-onang : (1) onang-onang yang dilaksanakan oleh seseorang untuk dirinya
sendiri dalam mengungkapkan perasaan hatinya dan (2) onang-onang yang
ditampilkan dalam upacara adat, yakni upacara perkawinan, memasuki rumah baru,
dan anak lahir.

Untuk orang yang menyanyikan onang-onang dalam upacara adat disebut
dengan paronang-onang, yang artinya penyanyi.
Setiap paronang-onang terlebih dahulu harus mengetahui maksud dan tujuan
pelaksanaan upacara tersebut. Selain itu ia juga harus tahu kepada siapa nyanyian
itu ditujukan, agar paronang-onang dapat menyesuaikan isi dan syair lagu yang
dinyanyikannya. Misalnya, dalam upacara perkawinan, gondang yang pertama
adalah Gondang Suhut Sihabolonan, maka paronang-onang harus menyesuaikan isi
onang-onang tersebut sesuai dengan upacara perkawinan tersebut dan latar
belakang kehidupan suhut sihabolonan. Oleh sebab itu syair onang-onang tidak
mempunyai teks yang pasti, melainkan diciptakan oleh paronang-onang secara
spontan.


Semua syair-syairnya hampir semua diciptakan dalam bentuk pantun.
Setiap paronang-onang tentu berbeda dalam menciptakan versi pantunnya,
semakin kaya perbendaharaan pantun yang di kuasai paronang-onang akan semakin
baik pula pantun yang dipergunakan dalam nyanyiannya. Panjang lagu onang-onang
tidak ditentukan waktunya, ini tergantung kepada paronang-onang itu sendiri, juga
melihat stuasi waktu yang disediakan dalam upacara ini.
Isi nyanyian onang-onang yang dipergunankan dalam ansambel gondang ada
enam macam, yakni : (1) pembukaan, (2) penjelasan maksud upacara, (3) cerita
latar belakang panortor, (4) pujian, (5) nasehat, dan (6) doa.

Pada nyanyian onang-onang terdapat bait-bait kata pembukaan, sebagai
pemberitahuan kepada kerabat yang hadir bahwa acara penampilan onang-onang
(gondang) mulai dibuka atau ditampilkan. Oleh karena itu bagian pembukaan ini
hanya ditampilkan satu kali saja yakni pada onang-onang yang mengiringi Gondang
Suhut Sihabolonan, yang merupakan gondang pertama dari setiap penampilan
gondang. Paronang-onang menyampaikan kata pembukaan ini kepada seluruh
kerabat yang hadir dan juga kepada orang yang menortor. Dalam isi pembukaan
tersebut paronang-onang biasanya menyampaikan suatu pesan yang ditujukan
kepada masyarakat Angkola umumnya, dan khusunya pada kerabat yang hadir pada
saat upacara itu, agar tetap mempertahankan nilai-nilai yang terkandung dalam
musik gondang, baik dari aturan penampilannya maupun dari maknanya.

Selanjutnya melalui paronang-onang pihak tersebut akan menyampaikan kata-kata
maaf dan sembah hormat kepada pihak mora, harajaon, hatobangon, raja adat,
penusunan bulung, dan kepada seluruh kerabat yang hadir, apabila nanti ada
kekeliruan atau kesilapan di dalam penampilan gondang dan pelaksanaan upacara
tersebut. Sebagai contoh dapat dilihat pada syair onang-onang di bawah ini, yakni
sebuah transkripsi bagian I dari Gondang Suhut Sihabolonan.
Gondang Suhut Sihabolonan


Ile onang baya onang
tapuka ma le tajolo mulai on
nda asok ma jolo le fikiri ada
ulang nda maruba nian ale luai on
sian najolo indu nda sannari on

Santabi nda jolo sappulu on
sappulu noli marsatabi on
tu jolo na dua le tolu on
lobi nda tarpasangapi on
ois nda taronang ale baya onang
----------------------------
Ile onang baya onang
mulailah kita buka dulu ini
pelan-pelanlah kita pikiri
janganlah hendaknya ada berubah
dari dahulu sampai sekarang

Maaf terlebih dahulu sepuluh kali maaf
Sepuluh kali mohon maaf
Ke hadapan dua tiga (seluruh kerabat yang hadir)
Terlebih-lebih kehadapan yang dihormati
Ois nda taronang ale baya onang

Onang-onang juga berisikan syair-syair yang merupakan penjelasan maksud
upacara, yang ditujukan kepada kerabat yang hadir. Apabila ditinjau dari kata yang
terdapat pada bagian ini, maka paronang-onang berperan sebagai penyambung lidah
panortor (suhut sihabolonan) guna menjelaskan maksud dari upacara tersebut,
sehingga dari isi bagian ini orang dapat lebih banyak mengetahui tentang maksud
upacara yang sedang dilaksanakan. Paronang-onang dalam menyampaikan
penjelasan tersebut, sudah tentu akan menyesuaikan syairnya dengan upacara yang
sedang dilaksanakan. Misalnya, dalam upacara perkawinan paronang-onang akan
menjelaskan bahwa pelaksanaan upacara itu adalah untuk menyambut menantu
perempuan mereka. Dalam penjelasan tersebut paronang-onang akan menceritakan
pula identitas dari masing-masing pengantin, seperti pengantin itu berasal dari
marga apa, anak nomor berapa, dan tempat tinggalnya dimana. Isi bagian syair ini
selalu ditampilkan pada setiap onang-onang. Contoh di bawah ini adalah transkripsi
bagian II dari Gondang Suhut Sihabolonan, dan bagian III dan IV dari Godang Suhut
Inanta Sori Pada.

Para kawan....! Selamat malam...(Bersambung ke...)

"MERAH PUTIH"

"SELAMAT MALAM TAPANULI"
(Mangaligi Sejarah ni Bendera Merah Putih) ________________________________________________

Para kawan...! Warna merah dan putih mempunyai arti yang sangat dalam, sebab kedua warna tersebut tidak begitu saja dipilih dengan cuma–cuma, melainkan melalui proses sejarah yang begitu panjang dalam perkembangan Bangsa Indonesia. Demikian info sejarahnya, semoga menambah pengetahuan bagi kita :


1. Pada zaman Aditya Candra. Aditya berarti matahari dan Candra berarti
bulan. Penghormatan dan pemujaan tidak saja di kawasan Nusantara, namun
juga di seluruh Kepulauan Austronesia, di Samudra Hindia, dan Pasifik.

Pada Zaman itu ada kepercayaan yang memuliakan zat hidup atau zat kesaktian
bagi setiap makhluk hidup yaitu getah-getih. Getah-getih yang menjiwai
segala apa yang hidup sebagai sumbernya berwarna merah dan putih.

2. Pada permulaan masehi selama 2 abad, rakyat di Kepulauan Nusantara :

- Di Pulau Bali gendering disebut Neka ra Bulan Pajeng yang disimpan
dalam pura. Pada nekara tersebut diantaranya terdapat lukisan orang menari
dengan hiasan bendera dan umbul-umbul dari bulu burung.

- Demikian juga di Gunung Kidul sebelah selatan Yogyakarta terdapat kuburan
berupa waruga dengan lukisan bendera merah putih berkibar di belakang
seorang perwira menunggang kerbau, seperti yang terdapat di kaki Gunung
Dompu.

3. Pada abad VII di Nusantara dindingnya candi brobudur terdapat “pataka”
di atas lukisan dengan tiga orang pengawal membawa bendera merah putih
sedang berkibar. Kata dwaja atau pataka sangat lazim digunakan dalam
kitab jawa kuno atau kitab Ramayana. Gambar pataka yang terdapat pada
Candi Borobuur, oleh seorang pelukis berkebangsaan Jerman dilukiskan
dengan warna merah putih. Pada Candi Prambanan di Jawa Tengah juga
terdapat lukisan Hanoman terbakar ekornya yang melambangkan warna merah
(api) dan warna putih pada bulu badannya. Hanoman = kera berbulu putih.
Hal tersebut sebagai peninggalan sejarah di abad X yang telah mengenal
warna merah dan putih.

Prabu Erlangga, digambarkan sedang mengendarai burung besar, yaitu Burung
Garuda yang juga dikenal sebagau burung merah putih. Denikian juga pada
tahun 898 sampai 910 Raja Balitung yang berkuasa untuk pertama kalinya
menyebut dirinya sebagai gelar Garuda Muka, maka sejak masa itu warna
merah putih maupun lambang Garuda telah mendapat tempat di hati Rakyat
Indonesia.

4. Kerajaan Singosari berdiri pada tahun 1222 sampai 1292 setelah Kerajaan
Kediri, mengalami kemunduran. Raja Jayakatwang dari Kediri saat melakukan
pemberontakan melawan Kerajaan Singosari di bawah tampuk kekuasaan Raja
Kertanegara sudah menggunakan bendera merah – putih , tepatnya sekitar
tahun 1292.

Pada saat itu tentara Singosari sedang dikirim ke Semenanjung
Melayu atau Pamelayu. Jayakatwang mengatur siasat mengirimkan tentaranya
dengan mengibarkan panji – panji berwarna merah putih dan gamelan kearah
selatan Gunung Kawi. Pasukan inilah yang kemudian berhadapan dengan
Pasukan Singosari, padahal pasukan Singosari yang terbaik dipusatkan
untuk menghadang musuh di sekitar Gunung Penanggungan.

Kejadian tersebut ditulis dalam suatu piagam yang lebih dikenal dengan
nama Piagam Butak. Butak adalah nama gunung tempat ditemukannya piagam
tersebut terletak di sebelah selatan Kota Mojokerto. Pasukan Singosari
dipimpin oleh R. Wijaya dan Ardaraja (anak Jayakatwang dan menantu
Kertanegara). R. Wijaya memperoleh hadiah sebidang tanah di Desa Tarik,
12 km sebelah timur Mojokerto.

Berkibarlah warna merah – putih sebagai bendera pada tahun
1292 dalam Piagam Butak yang kemudian dikenal dengan piagam merah – putih,
namun masih terdapat salinannya. Pada buku Paraton ditulis tentang
Runtuhnya Singosari serta mulai dibukanya Kerajaan Majapahit dan pada
zaman itu pula terjadinya perpaduan antara Ciwaisme dengan Budhisme.

5. Demikian perkembangan selanjutnya pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit,
menunjukkan bahwa putri Dara Jingga dan Dara Perak yang dibawa oleh tentara
Pamelayu juga mangandung unsur warna merah dan putih (jingga=merah, dan
perak=putih). Tempat raja Hayam Wuruk bersemayam, pada waktu itu keratonnya
juga disebut sebagai keraton merah – putih, sebab tembok yang melingkari
kerajaan itu terdiri dari batu bata merah dan lantainya diplester warna
putih.

Empu Prapanca pengarang buku Negarakertagama menceritakan tentang
digunakannya warna merah – putih pada upacara kebesaran Raja Hayam Wuruk.
Kereta pembesar – pembesar yang menghadiri pesta, banyak dihiasi merah –
putih, seperti yang dikendarai oleh Putri raja Lasem. Kereta putri Daha
digambari buah maja warna merah dengan dasar putih, maka dapat disimpulkan
bahwa zaman Majapahit warna merah – putih sudah merupakan warna yang
dianggap mulia dan diagungkan.

Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan
bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian
belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang
serta beberapa ayat suci Al Quran.

Para mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia yang berada di
Negeri Belanda pada 1922 juga telah mengibarkan bendera merah – putih
yang di tengahnya bergambar kepala kerbau, pada kulit buku yang berjudul
Indonesia Merdeka. Buku ini membawa pengaruh bangkitnya semangat
kebangsaan untuk mencapai Indonesia Merdeka.

Demikian seterusnya pada tahun 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia dibawah
pimpinan Ir. Soekarno yang bertujuan mencapai kemerdekaan bagi Bangsa
Indonesia. Partai tersebut mengibarkan bendera merah putih yang di
tengahnya bergambar banteng.

Kongres Pemuda pada tahun 1928 merupakan detik yang sangat bersejarah
dengan lahirnya “Sumpah Pemuda”. Satu keputusan sejarah yang sangat berani
dan tepat, karena kekuatan penjajah pada waktu itu selalu menindas segala
kegiatan yang bersifat kebangsaan.
Sumpah Pemuda tersebut adalah tidak lain merupakan tekad untuk bersatu,
karena persatuan Indonesia merupakan pendorong ke arah tercapainya
kemerdekaan. Semangat persatuan tergambar jelas dalam “Poetoesan 
Congres Pemoeda – Pemoeda Indonesia” yang berbunyi :

Pertama :
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE
BERTOEMPAH DARAH YANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA

Kedua :
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE
BERBANGSA YANG SATOE, BANGSA INDONESIA

Ketiga :
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA
MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA
INDONESIA

Pada kongres tersebut untuk pertama kalinya digunakan hiasan merah – putih
tanpa gambar atau tulisan, sebagai warna bendera kebangsaan dan untuk
pertama kalinya pula diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Para kawan...! Demikian sejarahnya. Selamat malam...!

Sabtu, 02 Juli 2011

"ONANG-ONANG DALAM UPACARA ADAT" (1)

#SELAMAT MALAM TAPANULI"
(Mangaligi Fungsi ni Onang-Onang dalam Upacara Adat Perkawinan) _________________________________________________________________

Para kawan...! Uraian mengenai hal ini menurut hemat saya sangatlah penting. Karena merupakan hasil penelitian. Untuk itu saya akan membagi 2 tulisan agar tidak terlalu
panjang :
_________________

PENDAHULUAN
_________________

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dapat dipikirkan, dikerjakan, dan
diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Budaya suatu suku bangsa
merupakan suatu penampakan identitas diri dari suatu suku bangsa tersebut.
Dengan demikian suatu suku bangsa dapat dukenal oleh dunia luar (suku bangsa
lainnya) apabila suku bangsa tersebut sanggup memperkenalkan identitas dirinya
lewat budayanya yang khas.

Sebagai suatu karya (budi-daya) manusia, maka kebudayaan senantiasa
mengalami proses perubahan atau pergeseran nilai-nilai, pergeseran nilai-nilai atau
perubahan ini disebabkan oleh dua faktor yang saling mempengaruhi yaitu :
perubahan yang disebabkan oleh manusia itu sendiri; dan perubahan/pergeseran
nilai-nilai yang disebabkan oleh instansi atau pranata-pranata sosial budaya itu
sendiri.

Bertolak dari perubahan dan pergeseran nilai-nilai ini,saya merasa tertarik
untuk menulis tentang FUNGSI ONANG-ONANG DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT BATAK ANGKOLA.

Landasan pemikiran dengan judul ini ialah jenis musik onang-onang adalah salah satu budaya seni tradisional yang merupakan sarana memperkenalkan suku bangsa Angkola secara khas dan sekaligus perlu untuk dilestarikan. Dalam rangka pemikiran ini dicoba untuk melihatnya dalam konteks budaya perkawinan adat Angkola.

Diharapkan dengan kerangka pemikiran di atas dapat menjadikan suatu
landasan untuk selanjutnya kepada pihak yang bertanggung jawab atas bidang
inimembina, memelihara dan melestarikan budaya suku demi memperkaya budaya
Nasional.

Onang-onang adalah suatu jenis musik yang terdapat di daerah Batak
Angkola yang hanya dipakai dalam pelaksanaan upacara adat nagodang. Istilah
umum terhadap musik ini disebut juga Gondang.

Kata gondang mempunyai tiga  macam pengertian. Pertama, gondang berarti ?instrumen?, yaitu gendang (membreno phone) yang terdiri dari gondang inang atau gondang siayakon dan gondang pangayakan. Kedua, gondang juga bisa berarti ?lagu?, yang juga pemakaiannya sesuai dengan adat seperti lagu untuk suhut sihabolonan disebut
Gondang Suhut Sihabolonan; lagu untuk Mora disebut Gondang Mora. Ketiga,
Gondang juga dapat berarti ?ansambel musik?, yaitu intrumen-instrumen yang
tergabung dalam satu unit.

Dengan demikian onang-onang adalah terdiri dari beberapa unsur sebagaimana pengertian gondang diatas. Itu berarti pula bahwa onang-onang hanya dapat dipakai dalam konteks upacara adat sehingga disebut juga gondang maradat.

Dengan pengertian lain, gondang ini hanya boleh ditampilkan sejalan dengan dalihan natolu, yang artinya adalah merupakan landasan adat itu sendiri.
Dari gambaran diatas, jelaslah satu keunikan (khas) dari gondang dan
pemakaiannya. Keunikan yang dimaksud ialah bahwa upacara adat tidak dapat
dilangsungkan tanpa disertai gondang, dan gondang sendiri tidak dapat ditampilkan
dalam artian yang sempurna jika tanpa disertai dan di dalam upacara adat (tidak
dapat dirasakan hikmahnya).

Untuk melihat dimana terletak makna ganda dari penampilan onang-onang
itu sesungguhnya berangkat dari pemahaman di atas yang berhubungan dengan
keunikan yang ada. Untuk jelasnya, makna yang pertama ialah bahawa dalam
melaksanakan upacara adat, onang-onang mutlak disertakan dan penampilan onang-
onang diluar upacara adat, kehilangan maknanya sendiri. Kedua, gondang yang
terdiri dari tiga macam pengertian seperti yang telah diuraikan terdahulu, maka
gondang dalam arti ?lagu? memberikan suatu pengertian/makna bahwa dalam
pelaksanaan gondang tersebut sekaligus berlangsung suatu
percakapan/penyampaian maksud yang diwujudkan melalui lagu atau
menyanyikannya. Disinilah letak makna ganda dari pelaksanaan onang-onang. Selain
makna ganda tersebut ini juga merupakan suatu ciri khas yang terdapat dalam
upacara adat Batak Angkola.

Berbicara tentang perkembangan onang-onang berarti berbicara tentang
sejarah, yaitu bagaimana hubungan budaya Angkola sekarang dengan dahulu.
Dalam karya ilmiah ini unsur-unsur sejarah tidak banyak disinggung dan yang ingin
diungkapkan pada bahagian ini ialah bahwa sekarang ini pelaksanaan gondang ini
terasa mengalami suatu ?kesukaran? dalam arti bahwa di satu pihak pelaksanaan
gondang dalam upacara perkawinan (upacara perkawinan adat nagodang) jarang
dilakukan; dan pihak lain dalam pelaksanaan gondang ini sering mengalami kesulitan
dalam hal ini penyanyi yang harus mengetahui aturan-aturan adat, penortor yang
juga harus dapat menortor sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini terasa kurang
yang menguasainya, apa lagi kalangan muda/generasi muda.
 Kesenian tradisional dan peradatan masyarakat Batak Angkola, terdapat pada
buku : Seni Budaya Tradisional (Perkasa Alam 1981), Burangir Na Hombang
(Perkasa Alam 1977), Ende Ungut-Ungut Tungkat Namoroban Lilu (Manullang
Hutasuhut, 1981).
_____________________________________

ADAT ISTIADAT BATAK ANGKOLA
_____________________________________

Adat Batak menganut sistem garis keturunan Batak yang disebut patrilinial.
Baik anak yang lahir laki-laki atau perempuan memperoleh marga dari bapak.
Demikian juga seorang perempuan yang kawin dengan seorang laki-laki, dengan
sendirinya ia masuk ke dalam lingkungan keluarga suaminya. Perkawinan dalam satu
marga tidak dibenarkan dalam adat karena setiap orang yang marganya sama
dianggap bahwa dia '?bersaudara kandung?.

Satu ciri yang membedakan suku batak dengan suku lainnya yang ada ialah
sistem kekeluargaan yang disebut ?dalihan natolu?. Sistem kekeluargaan ini
merupakan tiga tungku/unsur yang merupakan lambang sistem sosial batak. Ketiga
tungku/unsur itu ialah

1. Kahanggi (abang-adik) yaitu pihak semarga turunan laki-laki dari satu nenek.
2. Anak boru (boru) yaitu semua anak perempuan dari marga laki-laki (saudara
perempuan kahanggi) beserta suaminya dan semua klen suami (wife receiving
party).
3. Mora  (wife giving party) yaitu orang tua dan saudara laki-laki dari istri.
Dalam setiap pelaksanaan adat Batak ketiga unsur ini mutlak harus hadir. Ketiga
unsur ini masing-masing pula punya kewajiban dan tanggung jawab.

1.2 Jenis Perkawinan di Angkola
Setiap perkawinan harus diresmikan secara adat, yang dilandasi oleh dalihan
natolu.
Di dalam suku Batak Angkola ada dua jenis perkawinan yaitu :
(1) marlojong dan (2) dipabuat


1. Perkawinan Marlojong

Lojong, artinya ?lari? marlojong artinya ?berlari?. Suatu perkawinan disebut
marlojong apabila antara laki-laki dan perempuan ingin melakukan suatu perkawinan
atas dasar suka sama suka tapi, jika seandainya mereka melaksanakan peminangan
secara adat, mereka akan mendapat suatu kesulitan atau tidak akan diizinkan oleh
orang tua mereka, kemudian mereka pergi meninggalkan rumahnya masing-masing
menuju suatu tempat yang memungkinkan untuk melangsungkan suatu perkawinan.
Dengan demikian mereka melangsungkan perkawinan tanpa suatu upacara
peminangan atau pertunangan secara adat. Untuk melangsungkan perkawinan
marlojong si wanita harus meninggalkan kain sebagai suatu tanda dirumah orang
tuanya.

Biasanya perkawinan marlojong ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor
penyebab antara lain seperti :
a. faktor orang tua kurang setuju.
b. faktor status sosial ekonomi yang berbeda.
c. faktor sistem adat yang tifak memungkinkan untuk dilaksanakan secara adat
(perkawinan sumbang)
d. faktor agama dan kepercayaan yang berbeda.
e. dan lain-lain.
Dampak negatif terhadap orang tua, baik terhadap orang tua laki-laki
maupun orang tua perempuan dari tindakan perkawinan marlojong ini ialah : status
dan martabat orang tua di mata masyarakat secara adat-istiadat sejak saat itu
menjadi dipandang rendah/turun.
 2. Perkawinan dipabuat
Dipabuat artinya ?diambil? atau ?dipinang?. Perkawinan ini adalah perkawinan
yang paling lazim dilakukan, yang didasari atas suka sama suka oleh kedua calon
pengantin, demikian juga kedua belah pihak orang tua mereka menyetujuinya.

Pada perkawinan semacam inilah dapat dilaksanakan adat namenek (adat ?kecil?),
adat pakupangi (adat ?pertengahan?), ataupun adat nagodang (adat ?besar?).
Apabila perkawinan tersebut dilaksanakan dengan upacara adat maka berlakulah
peraturan-peraturan adat, dari mulai peminangan sampai pelaksanaan perkawinannya.

Perkawinan macam inilah yang akan kita berbicarakan pada bab-bab selanjutnya.
Dalam kawin marlojong, upacara perkawinannya dengan sendirinya akan
dilakukan di luar upacara adat. Mungkin mereka akan keluar dari lingkungan
keluarga kedua belah pihak, dan dengan demikian mereka akan keluar dari
lingkungan peradatan masyarakat Angkola. Namun demikian, masih terdapat
kemungkinan bahwa hal ini dapat diselesaikan secara adat.

Adapun penyelesaiannya adalah melalui musyawarah dari kedua belah pihak.
Bila dari musyawarah ini dihasilkan suatu persetujuan untuk merestui atau
menyelenggarakan perkawinan ini, maka perkawinan secara adat pun akan
dilaksanakan. Dengan demikian mereka berdua dapat diterima kembali dalam
lingkungan keluarga dan adatnya.


Bagi setiap orang, perkawinan merupakan suatu hal yang maknanya teramat
penting, karena perkawinan dapat membuat suatu perubahan yang besar dalam
kehidupan seseorang. Seorang sarjana Perancis, A Van Gennep, memberikan suatu
pandangan tentang makna suatu perkawinan. Ia mengatakan bahwa  perkawinan itu
merupakan rites de passage (upacara peralihan), dengan melambangkan peralihan
status kedua pengantin: dari kehidupan terpisah antara pribadi masing-masing
berubah menjadi bersatu, bersama, di dalam suatu rumah tangga yang berdiri
sendiri. Sehingga upacara perkawinan itu, menurut A Van Gennep, terdiri dari tiga
stadia atau tahap :

1. Rites de separation (upacara perpisahan dari status semula).
2. Rites de merge (upacara peralihan ke suatu yang baru yakni proses peralihan)
3. Rites de deggregation (upacara penerimaan ke suatu tempat yang baru)
Begitu juga dalam masyarakt Batak umumnya, khususnya bagi masyarakat
Angkola, upacara perkawinan adalah upacara yang terpenting, karena hanya orang-
orang yang telah kawin sajalah yang berhak mengadakan atau mengikuti upacara
adat.

a. Tingkat Upacara Adat Perkawinan
Upacara adat perkawinan suku Batak Angkola dikenal tiga tingkatan yaitu :
1. Upacara Adat Namenek (upacara secara kecil atau sederhana)
2. Upacara Pakupangi (upacara menengah/pertengahan)
3. Upacara Adat Nagodang (upacara adat paling besar)

Para kawan...! Selamat malam....(Bersambung ke 2)
_______________________________________________________
Sejak diposting sampai 22 Agustus 2012 dilihat 90 kali

Minggu, 12 Juni 2011

"SEPUTAR KANTOR BUPATI TAPSEL"

"SELAMAT MALAM TAPANULI"
(Menyimak berita seputar pertapakan kantor pubati Tapsel)
_______________________________________________________________

Sumatera Utara Sabtu, 28 Mei 2011 08:08 WIB
Pemindahan Ibukota Tapsel ke Sipirok
MedanBisnis – Tapanuli Selatan. Pemkab Tapsel akan membangun sarana dan prasana perkantoran Pemkab Tapanuli Selatan (Tapsel) di Kecamatan Sipirok secara bertahap, yang nantinya menjadi ibukota baru kabupaten itu. Hal ini terkait telah keluarnya Kepmenhut No 244/2011 tertanggal 29 April 2011 tentang pelepasan sebagian kawasan hutan produksi Sipirok seluas 271,10 hektare untuk pembangunan pertapakan kantor.
"Kita akan membangun kantor bupati dan sarana dan prasarana  pemerintahan lainnya secara bertahap, karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan dilakukan sekaligus. Areal lokasi perkantoran yang sudah dilepaskan Menhut seluas 271,10 hektare berada di wilayah Sipirok, sekitar Tolang," ujar Bupati Syahrul M Pasaribu.

Hal itu dikatakan Bupati dalam konferensi pers, usai rapat dengan unsur muspida plus, di kantor bupati, Jalan Kenanga, Sidimpuan, Kamis (26/5). Rapat digelar terkait terbitnya Kepmenhut  No 244/2011 itu.

Menurut Bupati, terkendalanya pemindahan Kantor Bupati Tapsel dari Padangsidimpuan ke ibukota Sipirok selama ini karena persoalan pelepasan lahan. Dengan keluarnya Kemenhut ini, maka proses pemindahan ibukota sudah bisa dimulai.

“Pemkab Tapsel tetap patuh dan taat azas atas terbitnya UU No 37/38/2007 tentang Pembentukan Kabupaten Paluta dan Palas, yang didalamnya juga diatur ibukota Tapsel sebagai kabupaten induk. UU tersebut memerintahkan pemindahan kantor pusat pemerintahan ke daerah baru ke Sipirok,” kata Bupati.

Mantan Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumut ini mengatakan, terbitnya Kepmenhut No 244/2011 ini didahului dengan  terbitnya Kepmenhut No 243/2011 tentang kawasan hutan pengganti seluas 277 hektare di wilayah Batang Toru.

Ia menjelaskan, dari 271,10 hektare yang dibebaskan Menhut untuk pertapakan Kantor Bupati Tapsel itu, sekitar 134 hektare akan dibangunan gedung perkantoran, 79 hektare tetap dipertahankan sebagai hutan pinus, sisanya untuk dilakukan rehabilitasi dan reboisasi terhadap areal 62 hektare yang tidak berhutan.

"Semangat Pemkab Tapsel untuk pindah ke wilayah Sipirok sama dengan semangat Muspida plus," ucapnya.

Syahrul menjelaskan, sebelum terbitnya Kepmenhut No 244/2011 ini, berbagai pembahasan atas usul dan aspirasi masyarakat sudah dilakukan, seperti usulan agar pertapakan di sekitar Simago-Mago, ternyata statusnya masuk kawasan hutan. Ada juga usulan yang tidak masuk kawasan hutan, yaitu arah sekitar Bulu Mario, Sipirok tapi kondisi geografisnya rawan longsor.
"Kalau ada pro dan kontra dalam hal ini, merupakan sebuah dinamika dan itu biasa, karena kami harus berpikir. (ikhwan nasution)

Selamat Malam...!
__________________________________________________________________
Sejak diposting sampai 22 Agustus 2012 dilihat 45 kali

"OLOK-OLOK SIPIROK"

#SELAMAT MALAM TAPANULI#
(Menyimak  berita sekitar Sipirok)
______________________________________________________

Warga Sipirok Piawai Mengolok Kepala Daerahnya

Medan, 13/3 (www.antarasumut.com).- Warga Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumut ternyata piawai mengolok-olok kepala daerahnya, yang membuat banyak orang tertawa, tapi tidak ada pihak yang tersinggung. Harian SKALA INDONESIA dalam penerbitan Jumat (13/3) pada rubrik “Berita Daerah” halaman-4 memberitakan, ada spanduk yang terpasang di ruas jalan kota Sipirok dengan ucapan “Selamat datang dan berkantor di Sipirok kepada Bapak Wakil Bupati Tapsel Ir. Aldinz Rapolo Siregar”. Padahal di kota kecil yang merupakan ibukota Kecamatan Sipirok, tidak ada kantor wakil bupati.

Kehadiran spanduk itu mengundang banyak pertanyaan bagi warga setempat, dan tidak ada seorang pun yang tahu siapa yang memasangnya. Banyak warga yang bingung, karena wakil bupati tidak pernah berkantor di Sipirok, tapi ada ucapan selamat datang. Menurut keterangan, lokasi perkantoran bupati Tapsel seharusnya ke kota kecil Sipirok, setelah kota Padang Sidimpuan dimekarkan menjadi pemerintahan kota (pemko). Akan tetapi  Bupati Tapsel, Ongku P. Hasibuan tampaknya enggan memindahkan markasnya ke Sipirok, sedangkan wakilnya Ir. Aldinz Rapolo Siregar sudah mendesaknya untuk segera pindah.

Ketidaksepahaman ini menyebar di kalangan masyarakat. Agar tidak menyinggung pihak lain, ada orang iseng yang memasang spanduk, yang mengucapkan selamat berkantor di Sipirok pada wakil bupati. Ternyata ada warga Sipirok yang piawai mengolok-olok kepala daerahnya. (R01/MOS)

Selamat malam....!
____________________________________________________________
Sejak di posting sampai 22 Agustus 2012 di lihat 49 kali

Rabu, 25 Mei 2011

#SONGKET SIPIROK#

#Selamat Pagi Tapanuli#
(Menyimak berita sekitar wastra Sipirok)
_______________________________________________________________

Songket Sipirok Dipromosikan ke Singapura

Sipirok, Sumut, 3/2 (ANTARA) – Songket hasil kerajinan dari warga Desa Padang Bujur, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, tidak hanya dipasarkan di Medan, Surabaya, Jakarta, tetapi juga sudah memasuki Singapura.
Pengusaha dan perajin Songket Sipirok, Avenus Ritonga (48) di Desa Padang Bujur, Kamis mengatakan, promosi songket Sipirok itu ke luar negeri, berkaitan digelarnya pameran nasional di negara “Singa” itu pada 2008 lalu.
Bahkan, katanya, pada kegiatan pameran tersebut, Songket Sipirok juga mewakili hasil produksi dari Indonesia asal daerah Sumatera Utara.
Selain Songket Sipiriok, juga dipromosikan Songket dari daerah lainnya yakni Songket Palembang, Songket Minangkabau.
“Pameran Songket Sipirok yang diadakan di negara tetangga itu, juga membawa pengaruh yang cukup besar bagi hasil kerajinan rakyat dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Ini dibuktikan dengan banyak permintaan dari berbagai daerah terhadap Songket Sipirok itu,” kata Ritonga.
Selanjutnya, ia menjelaskan, songket Sipirok itu, juga banyak yang dipesan pegawai negeri sipil (PNS), organisasi partai politik dan digunakan untuk jas pada acara pesta perkawinan dan lainnya.
“Jadi sekarang ini songket Sipirok itu, tidak hanya digunakan untuk selendang dan pakaian kebaya. Tetapi juga untuk jas pada kegiatan pesta perkawinan, jas seragam Parpol dan lain sebagainya,” ucap pengusaha songket selama 13 tahun itu.
Disinggung mengenai modal pembuatan songket Sipirok itu, Ritonga mengatakan, usaha yang dirintisnya sejak tahun 1998 itu, juga mendapat bantuan dari Dinas Perindustrian Provinsi Sumatera Utara.
Bantuan tersebut, berupa dua unit alat tenun bukan mesin (ATBM), disamping usahanya itu juga memiliki puluhan ATBM yang dibelinya dari hasil penjualan songket itu.
“Dinas Perindustrian Sumut juga banyak memberikan dorongan terhadap hasil usaha perajin songket ini, sehingga tidak heran meraih beberapa penghargaan dari pemerintah,” ujarnya.
Mengenai tingginya harga Songket Sipirok, menurut dia, karena harga benang saat ini cukup tinggi, sehingga berpengaruh terhadap hasil kerajinan tersebut.
“Harga Songket ini memang mahal, tergantung motif, kualitas benangnya. Sebab ada benang satu, benang dua dan benang empat, harganya juga mencapai ratusan ribu rupiah per gros dan termasuk biaya sulaman yang sangat halus dilakukan tenaga profesional yang sudah berpengalaman,” paparnnya.
Perlu kesabaran
Salah seorang perajin songket Sipirok, Minayanti (46) mengatakan, dalam pembuatan songket ini tidak hanya diperlukan keahlian saja, tetapi ketelitian, ketekunan dan kesabaran yang cukup tinggi.
Sebab, jelasnya, pembuatan songket ini menggunakan ATBM, bukan mesin.
“Satu persatu benang yang kita rajut melalui ATBM itu harus jelas dan jangan salah tenun, karena ini dapat merusak desain yang kita buat. Apalagi, kalau songket ini pesanan khusus, perlu hati-hati,” tuturnya.
Ia menjelaskan, satu pasang songket yang lengkap dengan selendang, mampu diselesaikannnya selama dua minggu. Waktu pembuatan itu sudah cukup cepat sesuai dengan perhitungan.
“Motif songket Sipirok pengerjaannya juga cukup rumit, karena motifnya halus dan bersih,” kata Minayanti yang sudah 15 tahun sebagai perajin Songket.
(T.M034/B/C004/C00.

Selamat pagi...!
_____________________________________________________________
Sejak di posting sampai 22 Agustus 2012 dilihat 20 kali