Sabtu, 02 Juli 2011

"ONANG-ONANG DALAM UPACARA ADAT" (1)

#SELAMAT MALAM TAPANULI"
(Mangaligi Fungsi ni Onang-Onang dalam Upacara Adat Perkawinan) _________________________________________________________________

Para kawan...! Uraian mengenai hal ini menurut hemat saya sangatlah penting. Karena merupakan hasil penelitian. Untuk itu saya akan membagi 2 tulisan agar tidak terlalu
panjang :
_________________

PENDAHULUAN
_________________

Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dapat dipikirkan, dikerjakan, dan
diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Budaya suatu suku bangsa
merupakan suatu penampakan identitas diri dari suatu suku bangsa tersebut.
Dengan demikian suatu suku bangsa dapat dukenal oleh dunia luar (suku bangsa
lainnya) apabila suku bangsa tersebut sanggup memperkenalkan identitas dirinya
lewat budayanya yang khas.

Sebagai suatu karya (budi-daya) manusia, maka kebudayaan senantiasa
mengalami proses perubahan atau pergeseran nilai-nilai, pergeseran nilai-nilai atau
perubahan ini disebabkan oleh dua faktor yang saling mempengaruhi yaitu :
perubahan yang disebabkan oleh manusia itu sendiri; dan perubahan/pergeseran
nilai-nilai yang disebabkan oleh instansi atau pranata-pranata sosial budaya itu
sendiri.

Bertolak dari perubahan dan pergeseran nilai-nilai ini,saya merasa tertarik
untuk menulis tentang FUNGSI ONANG-ONANG DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT BATAK ANGKOLA.

Landasan pemikiran dengan judul ini ialah jenis musik onang-onang adalah salah satu budaya seni tradisional yang merupakan sarana memperkenalkan suku bangsa Angkola secara khas dan sekaligus perlu untuk dilestarikan. Dalam rangka pemikiran ini dicoba untuk melihatnya dalam konteks budaya perkawinan adat Angkola.

Diharapkan dengan kerangka pemikiran di atas dapat menjadikan suatu
landasan untuk selanjutnya kepada pihak yang bertanggung jawab atas bidang
inimembina, memelihara dan melestarikan budaya suku demi memperkaya budaya
Nasional.

Onang-onang adalah suatu jenis musik yang terdapat di daerah Batak
Angkola yang hanya dipakai dalam pelaksanaan upacara adat nagodang. Istilah
umum terhadap musik ini disebut juga Gondang.

Kata gondang mempunyai tiga  macam pengertian. Pertama, gondang berarti ?instrumen?, yaitu gendang (membreno phone) yang terdiri dari gondang inang atau gondang siayakon dan gondang pangayakan. Kedua, gondang juga bisa berarti ?lagu?, yang juga pemakaiannya sesuai dengan adat seperti lagu untuk suhut sihabolonan disebut
Gondang Suhut Sihabolonan; lagu untuk Mora disebut Gondang Mora. Ketiga,
Gondang juga dapat berarti ?ansambel musik?, yaitu intrumen-instrumen yang
tergabung dalam satu unit.

Dengan demikian onang-onang adalah terdiri dari beberapa unsur sebagaimana pengertian gondang diatas. Itu berarti pula bahwa onang-onang hanya dapat dipakai dalam konteks upacara adat sehingga disebut juga gondang maradat.

Dengan pengertian lain, gondang ini hanya boleh ditampilkan sejalan dengan dalihan natolu, yang artinya adalah merupakan landasan adat itu sendiri.
Dari gambaran diatas, jelaslah satu keunikan (khas) dari gondang dan
pemakaiannya. Keunikan yang dimaksud ialah bahwa upacara adat tidak dapat
dilangsungkan tanpa disertai gondang, dan gondang sendiri tidak dapat ditampilkan
dalam artian yang sempurna jika tanpa disertai dan di dalam upacara adat (tidak
dapat dirasakan hikmahnya).

Untuk melihat dimana terletak makna ganda dari penampilan onang-onang
itu sesungguhnya berangkat dari pemahaman di atas yang berhubungan dengan
keunikan yang ada. Untuk jelasnya, makna yang pertama ialah bahawa dalam
melaksanakan upacara adat, onang-onang mutlak disertakan dan penampilan onang-
onang diluar upacara adat, kehilangan maknanya sendiri. Kedua, gondang yang
terdiri dari tiga macam pengertian seperti yang telah diuraikan terdahulu, maka
gondang dalam arti ?lagu? memberikan suatu pengertian/makna bahwa dalam
pelaksanaan gondang tersebut sekaligus berlangsung suatu
percakapan/penyampaian maksud yang diwujudkan melalui lagu atau
menyanyikannya. Disinilah letak makna ganda dari pelaksanaan onang-onang. Selain
makna ganda tersebut ini juga merupakan suatu ciri khas yang terdapat dalam
upacara adat Batak Angkola.

Berbicara tentang perkembangan onang-onang berarti berbicara tentang
sejarah, yaitu bagaimana hubungan budaya Angkola sekarang dengan dahulu.
Dalam karya ilmiah ini unsur-unsur sejarah tidak banyak disinggung dan yang ingin
diungkapkan pada bahagian ini ialah bahwa sekarang ini pelaksanaan gondang ini
terasa mengalami suatu ?kesukaran? dalam arti bahwa di satu pihak pelaksanaan
gondang dalam upacara perkawinan (upacara perkawinan adat nagodang) jarang
dilakukan; dan pihak lain dalam pelaksanaan gondang ini sering mengalami kesulitan
dalam hal ini penyanyi yang harus mengetahui aturan-aturan adat, penortor yang
juga harus dapat menortor sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini terasa kurang
yang menguasainya, apa lagi kalangan muda/generasi muda.
 Kesenian tradisional dan peradatan masyarakat Batak Angkola, terdapat pada
buku : Seni Budaya Tradisional (Perkasa Alam 1981), Burangir Na Hombang
(Perkasa Alam 1977), Ende Ungut-Ungut Tungkat Namoroban Lilu (Manullang
Hutasuhut, 1981).
_____________________________________

ADAT ISTIADAT BATAK ANGKOLA
_____________________________________

Adat Batak menganut sistem garis keturunan Batak yang disebut patrilinial.
Baik anak yang lahir laki-laki atau perempuan memperoleh marga dari bapak.
Demikian juga seorang perempuan yang kawin dengan seorang laki-laki, dengan
sendirinya ia masuk ke dalam lingkungan keluarga suaminya. Perkawinan dalam satu
marga tidak dibenarkan dalam adat karena setiap orang yang marganya sama
dianggap bahwa dia '?bersaudara kandung?.

Satu ciri yang membedakan suku batak dengan suku lainnya yang ada ialah
sistem kekeluargaan yang disebut ?dalihan natolu?. Sistem kekeluargaan ini
merupakan tiga tungku/unsur yang merupakan lambang sistem sosial batak. Ketiga
tungku/unsur itu ialah

1. Kahanggi (abang-adik) yaitu pihak semarga turunan laki-laki dari satu nenek.
2. Anak boru (boru) yaitu semua anak perempuan dari marga laki-laki (saudara
perempuan kahanggi) beserta suaminya dan semua klen suami (wife receiving
party).
3. Mora  (wife giving party) yaitu orang tua dan saudara laki-laki dari istri.
Dalam setiap pelaksanaan adat Batak ketiga unsur ini mutlak harus hadir. Ketiga
unsur ini masing-masing pula punya kewajiban dan tanggung jawab.

1.2 Jenis Perkawinan di Angkola
Setiap perkawinan harus diresmikan secara adat, yang dilandasi oleh dalihan
natolu.
Di dalam suku Batak Angkola ada dua jenis perkawinan yaitu :
(1) marlojong dan (2) dipabuat


1. Perkawinan Marlojong

Lojong, artinya ?lari? marlojong artinya ?berlari?. Suatu perkawinan disebut
marlojong apabila antara laki-laki dan perempuan ingin melakukan suatu perkawinan
atas dasar suka sama suka tapi, jika seandainya mereka melaksanakan peminangan
secara adat, mereka akan mendapat suatu kesulitan atau tidak akan diizinkan oleh
orang tua mereka, kemudian mereka pergi meninggalkan rumahnya masing-masing
menuju suatu tempat yang memungkinkan untuk melangsungkan suatu perkawinan.
Dengan demikian mereka melangsungkan perkawinan tanpa suatu upacara
peminangan atau pertunangan secara adat. Untuk melangsungkan perkawinan
marlojong si wanita harus meninggalkan kain sebagai suatu tanda dirumah orang
tuanya.

Biasanya perkawinan marlojong ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor
penyebab antara lain seperti :
a. faktor orang tua kurang setuju.
b. faktor status sosial ekonomi yang berbeda.
c. faktor sistem adat yang tifak memungkinkan untuk dilaksanakan secara adat
(perkawinan sumbang)
d. faktor agama dan kepercayaan yang berbeda.
e. dan lain-lain.
Dampak negatif terhadap orang tua, baik terhadap orang tua laki-laki
maupun orang tua perempuan dari tindakan perkawinan marlojong ini ialah : status
dan martabat orang tua di mata masyarakat secara adat-istiadat sejak saat itu
menjadi dipandang rendah/turun.
 2. Perkawinan dipabuat
Dipabuat artinya ?diambil? atau ?dipinang?. Perkawinan ini adalah perkawinan
yang paling lazim dilakukan, yang didasari atas suka sama suka oleh kedua calon
pengantin, demikian juga kedua belah pihak orang tua mereka menyetujuinya.

Pada perkawinan semacam inilah dapat dilaksanakan adat namenek (adat ?kecil?),
adat pakupangi (adat ?pertengahan?), ataupun adat nagodang (adat ?besar?).
Apabila perkawinan tersebut dilaksanakan dengan upacara adat maka berlakulah
peraturan-peraturan adat, dari mulai peminangan sampai pelaksanaan perkawinannya.

Perkawinan macam inilah yang akan kita berbicarakan pada bab-bab selanjutnya.
Dalam kawin marlojong, upacara perkawinannya dengan sendirinya akan
dilakukan di luar upacara adat. Mungkin mereka akan keluar dari lingkungan
keluarga kedua belah pihak, dan dengan demikian mereka akan keluar dari
lingkungan peradatan masyarakat Angkola. Namun demikian, masih terdapat
kemungkinan bahwa hal ini dapat diselesaikan secara adat.

Adapun penyelesaiannya adalah melalui musyawarah dari kedua belah pihak.
Bila dari musyawarah ini dihasilkan suatu persetujuan untuk merestui atau
menyelenggarakan perkawinan ini, maka perkawinan secara adat pun akan
dilaksanakan. Dengan demikian mereka berdua dapat diterima kembali dalam
lingkungan keluarga dan adatnya.


Bagi setiap orang, perkawinan merupakan suatu hal yang maknanya teramat
penting, karena perkawinan dapat membuat suatu perubahan yang besar dalam
kehidupan seseorang. Seorang sarjana Perancis, A Van Gennep, memberikan suatu
pandangan tentang makna suatu perkawinan. Ia mengatakan bahwa  perkawinan itu
merupakan rites de passage (upacara peralihan), dengan melambangkan peralihan
status kedua pengantin: dari kehidupan terpisah antara pribadi masing-masing
berubah menjadi bersatu, bersama, di dalam suatu rumah tangga yang berdiri
sendiri. Sehingga upacara perkawinan itu, menurut A Van Gennep, terdiri dari tiga
stadia atau tahap :

1. Rites de separation (upacara perpisahan dari status semula).
2. Rites de merge (upacara peralihan ke suatu yang baru yakni proses peralihan)
3. Rites de deggregation (upacara penerimaan ke suatu tempat yang baru)
Begitu juga dalam masyarakt Batak umumnya, khususnya bagi masyarakat
Angkola, upacara perkawinan adalah upacara yang terpenting, karena hanya orang-
orang yang telah kawin sajalah yang berhak mengadakan atau mengikuti upacara
adat.

a. Tingkat Upacara Adat Perkawinan
Upacara adat perkawinan suku Batak Angkola dikenal tiga tingkatan yaitu :
1. Upacara Adat Namenek (upacara secara kecil atau sederhana)
2. Upacara Pakupangi (upacara menengah/pertengahan)
3. Upacara Adat Nagodang (upacara adat paling besar)

Para kawan...! Selamat malam....(Bersambung ke 2)
_______________________________________________________
Sejak diposting sampai 22 Agustus 2012 dilihat 90 kali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar